Saturday 15 December 2012

Kenapa Masuk atau Pilih Jurusan Psikologi?

Gue Seto Wicaksono, mahasiswa jurusan Psikologi Universitas Gunadarma, angkatan 2009 tepatnya. Ya, sekarang gue udah tingkat 4, semester 7. Artinya, sebentar lagi gue (harus) lulus, dengan dasar pemikiran, "gue gak betah di kampus!", walaupun sebenernya gue amat sangat seneng kuliah di jurusan Psikologi ini, karena (entah kenapa), dari SMA gue mengidam-idamkan jurusan ini. Dan akhirnya gue bisa masuk di jurusan ini, belajar tentang Psikologi. Walaupun gue belum pinter untuk tahu banyak hal tentang Psikologi, tapi, intinya gue seneng, karena bisa kuliah di jurusan yang sesuai dengan minat gue. Gue berharap, junior-junior gue pun punya perasaan yang sama, "ingin kuliah di jurusan yang memang udah jadi minatnya, bukan karena paksaan atau tekanan dari siapapun".

Bicara tentang paksaan, awalnya, Bokap gue kurang setuju gue masuk Psikologi, beliau bilang, "emang kalau masuk Psikologi, mau jadi apa?" Seto SMA cuma bisa diam, karena memang belum tau sama sekali. Dia cuma ngerasa seneng sama Psikologi, tanpa tau apa alesannya. Ketika itu (yang ada di pikirannya), dia cuma pengen belajar sesuai dengan apa yang dia suka, biar kuliah bisa nyaman, biar kuliah itu kaya main, ga ada beban, ddan selalu menyenangkan. Walaupun ga selamanya gitu, sih. Bokap gue sempet sedikit debat tentang jurusan apa yang gue pilih. Sebenernya, gue lolos seleksi ketika gue ikut jalur PMDK di salah satu  Kampus Negeri yang ada di Bogor, inisialnya IPB (Institut Pertanian Bogor) jurusan Manajemen Agribisnis. Ya, itu inisialnya. Gue tegasin lagi, IYA, ITU INISIALNYA (santey aja, gausah terlalu serius). Bokap gue pengen gue ambil PMDK itu, dan masuk IPB. Jelas, gue gamau. Bukannya sombong, tapi, gue pikir, apa yang menyenangkan dari kuliah/belajar di jurusan yang gak gue minatin sama sekali? Ga ada (menurut gue), yang ada cuma beban tanpa rasa nyaman sama sekali. Akhirnya, setelah diskusi bareng Bokap juga Nyokap, gue pilih Psikologi, walaupun Bokap keberatan. Dari situ muncul motivasi, "gue harus buktiin, gue bisa ngelakuin sesuatu setelah gue masuk jurusan Psikologi". Alhamdulillah, walaupun IPK gue gak "wah" banget, tapi, itu bikin orang tua gue seneng. Bokap yang awalnya ragu sama gue, akhirnya jadi ngikutin apa maunya gue. Jelas, untuk urusan  kuliah, gue ngerasa, "ini urusan pribadi gue, karena ini menentukan masa depan gue juga". Walaupun ga gitu-gitu juga, sih. Didramatisir aja dikit, biar garing, yang penting ada variasi. Oiya, ga berenti sampe disitu.

Selain hal yang menyenangkan tentang kuliah, ada 1 komponen lagi yang (akhirnya) bikin gue seneng selama masa perkuliahan, teman-teman yang seru, menyenangkan, bikin nyaman. Dulu, salah satu guru SMA gue pernah bilang, "SMA itu masa yang menyenangkan, loh.. Ibu pengen balik lagi ke SMA". Awalnya, gue juga mikir gitu, tapi, setelah gue kuliah, dan sekarang udah di semester 7, ternyata kuliah jauh lebih menyenangkan dibanding SMA. Yang masih SMA, camkan itu baik-baik, ya! Hehe. Tapi, dengan syarat, kuliah di jurusan yang sesuai dengan minat kalian, ya. Itu pasti jauh lebih menyenangkan. :)

Awal masuk kuliah, beberapa dosen nanya ketika mahasiswa baru masuk kelas. Pertanyaannya sama, "kenapa kalian pilih jurusan Psikologi?" dari semester 1-6, gue masih bingung, "iya, ya, kenapa gue pilih jurusan ini? Apa karena cuma seneng? Cuma penasaran? Atau sekedar gaya-gayaan?" gue malah balik nanya ke diri gue sendiri. Setelah gue pikir ulang, dan terus nginget kenapa gue pilih jurusan Psikologi, ternyata, dulu gue pernah punya harapan, "gue pengen selalu jadi seseorang yang lebih baik, bukan yang terbaik, dan Psikologi jadi sesuatu yang 'mendampingi' gue nantinya. Sekarang, ketika gue menjalani semester 7, ada perasaan lega, karena akhirnya gue tau, kenapa gue masuk, belajar, dan pilih jurusan ini, alesannya karena "UNTUK BANYAK HAL YANG LEBIH BAIK", dan semoga gue bisa jadi orang yang lebih baik dari waktu ke waktu. Itu yang jadi harapan gue, harapan ketika gue pilih jurusan ini. Dan gue seneng belajar tentang Psikologi.

Harapan itu sedikit demi sedikit muncul dan gue sadari, dimulai dari IPK gue yang selalu meningkat ditiap semesternya. Sekali lagi, bukannya mau sombong (karena IPK gue juga gak gede-gede banget), tapi, dari situ akhirnya gue ngerti sama kalimat, "ga boleh takut berharap atau bermimpi". Selama kita (mau) berharap, pasti ada usaha yang gak kita sadarin dari diri kita. Cheer up!

Cerita selengkapnya bisa dicek di link ini: Alasan Memilih Psikologi

Di link yang baru, ceritanya lebih lengkap dan detail. Terima kasih! 😁

Sunday 14 October 2012

Word!

"Kau tahu, ini bukan hal yang mudah. Dengan semua perasaan yang hancur ini, bahkan jika aku seorang Holmes sekalipun, takkan mungkin bagiku untuk memcahkannya. Hati dari perempuan yang kau sukai, bagaimana bisa seseorang dengan tepat mengetahuinya? Tak ada apapun yang bisa dimulai jika tidak dari nol. Segala sesuatu takan bisa didapat"

-Kudo-

Wednesday 5 September 2012

[TER]BAKAR! 24 Maret 2012!

Ya, dari judulnya ada beberapa asumsi, pastinya. Tanda kurung sebelum kata "bakar", jadi pelengkap suatu kata, dari (asumsi awal) "Bakar", jadi, "Terbakar". Ga ada maksud lain, sih, biar keren aja. Terus, 24 Maret 2012, tepatnya hari Sabtu, waktu dimana sesuatu yang terbakar itu terjadi. Gue ga akan ngelupain tanggal itu, karena ditanggal itu, rumah gue terbakar, kebakaran. Hari ini tanggal 5(6) September 2012, gue baru bisa ngetik catetan ini. Telat, sih, tapi, daripada ngga sama sekali. Dan hari ini, gue baru update blog gue lagi. Jujur aja, karena males -____-

Oke, gue ngga akan ngelupain kejadian di tanggal 24 Maret sama sekali, dan sedikit pun. Gue ngerasa, harus bener-bener ngerasain sakit, ketika gue mengalami kejadian kayak gini. Waktu itu, gue lagi di kampus, kampus gue letaknya di daerah Depok, inisial kampus gue, Universitas Gunadarma. Ya, deket banget sama stasiun Pocin (Pondok Cina, bukan Pondok Cinta). 4pm, gue lagi di lab, anggaplah melaksanakan kewajiban. Gue ga punya feeling apapun tentang kebakaran ini. Di lab, gue ketawa sama temen-temen yang lain, bercanda kaya biasanya. Sekitar 4.20pm, gue udah duduk manis di stasiun Pocin, nunggu kereta di peron 2 (menuju Bogor). 4.30pm, gue udah di kereta, dan belum lama gue di kereta, gue di telfon sama temen rumah. Gue kira dia nelfon gue karena mau main bola (karena biasanya kalau temen gue menghubungi gue di jam segitu, biasanya mau main bola), tapi, ternyata perkiraan gue kurang, dan gak tepat sama sekali. Temen gue "berbicara dengan cepat". Panik. Gue inget apa yang dia bilang, "To, lo dimana? Rumah lo kebakaran!" Karena dia ngomong terlalu cepet, gue pun cuma bales, "hah? Apaan? Gue masih di kereta!" Gue bales dengan suara yang cukup keras, karena memang suara dia gak jelas. Sampe akhirnya dia teriak, "rumah lo kebakaran!!". Gue diem, lemas. Gue coba menenangkan diri. Sedikit berhasil. Setelah denger dengan jelas apa yang temen gue bilang, gue coba untuk tenang, "ga perlu panik", kata gue dalem hati. Ngga lama kemudian, kakak gue nelfon, dia nangis dengan histeris, karena dia udah di (depan) rumah, cuma bisa pasrah liat rumah terbakar, kamar dia terbakar, juga kamar gue. Setelah kakak gue, akhirnya nyokap gue telfon gue, itu makin memperjelas, kalau keluarga gue sedang pasrah liat rumah terbakar, sedangkan gue, masih di perjalanan menuju Bogor. "Ga perlu panik", tetep kata gue dalem hati, dan terus coba menenangkan diri. Ngga lupa juga gue sms ke sahabat gue di kampus, minta doa biar keluarga gue dan semuanya baik-baik aja. Gue masih inget isi sms dari gue, ke sahabat gue, namanya Aji "Bro, doain gue, ya, gue baru dapet kabar, rumah gue kebakaran". Setelah gue sms itu ke Aji, ada banyak sms yang masuk, gue tau, itu "kerjaannya" Aji (trims!). Sekitar jam 5.30pm, akhirnya gue tiba di (depan) rumah. Gue masih inget banget, waktu itu gue sok cool, cuma bisa menatap kondisi rumah yang udah hangus terbakar. Oiya, ketika kebakaran berlangsung, temen gue sempet ambil foto besarnya api yang lagi "menggulung" rumah. Ini dia:

Sebelum kebakaran berlangsung, dari sekitar setelah dzuhur, ternyata keluarga juga saudara gue, lagi karokean di rumah, dengan perlengkapan yang sederhana (keyboard, sound system yang kapasitasnya cukup berat, mungkin, karena gue kurang ngerti soal itu). Mereka karokean sampe sekitar ashar (3.20pm), dan diwaktu itu, mereka istirahat. Ngga lama setelah istirahat, ternyata mati listrik. Sambil nunggu listrik menyala, bokap dan beberapa orang di rumah keluar dulu, sampe akhirnya, setelah mereka balik lagi ke rumah sekitar 4.20pm, api mulai berkobar. Kabarnya, kebakaran terjadi karena "hubungan arus pendek", karena beban listrik yang terlalu berat, melampaui kapasitas.

Waktu (setelah) maghrib, gue pake buat ngobrol-ngobrol sama temen-temen rumah, juga temen-temen SMA gue yang ketika itu bisa "menengok" gue. Sama kaya gue, mereka pun keliatan kaget dan gak percaya. Tapi, dibalik itu semua, gue tau, mereka berusaha menghibur gue sebisa mereka, ngelakuin apa yang mereka bisa.

Gue baru pertama kali ngerasain hal ini, ketika gue tau rumah gue kebakaran. Hampa. Percaya atau ngga. Kata "hampa", untuk yang baca mungkin dirasa lebay atau sedikit berlebihan. Tapi, itu yang gue rasain. Gue ga bisa nangis, ketika gue tau dan liat, orang tua, juga kakak gue nangis. Baju gue habis, lenyap. Drum kesayangan gue pun (otomatis) terbakar. Malemnya, (setelah isya), gue coba naik ke lantai atas, tempat dimana kamar gue ada. Gue inget, disitu ada laptop dan beberapa barang kesayangan gue. Gue masih belum percaya waktu liat kamar gue lenyap, hangus, habis terbakar (fotonya ada dibawah paragraf ini). Dan baru pertama kali juga, gue tidur di rumah tanpa atap. Kalian harus tau, rasanya dingin! :D




Yah, begitu deh keadaannya :) gambar dibawah, rumah tanpa atap. Gue ambil foto keeesokan harinya.



Dan akhirnya, beginilah rumah (diliat dari luar) setelah kebakaran..


Baju, celana, juga drum yang kesisa.. Mereka udah jadi bangkai -__-





Ini bagian rumah lain yang terbakar, dari lantai satu, sampai dua..
















Itu gambaran rumah gue yang terbakar di tanggal 24 Maret 2012. Setelah kejadian itu, banyak banget sodara, temen (gue, kakak, nyokap, ataupun bokap, yang tentunya banyak banget kalau disebut satu per satu) yang dateng untuk menjenguk sekaligus kasih bantuan (terimakasih! :D).


Senin, tepatnya tanggal 26 Maret 2012, gue ada jadwal kuliah, gue harus masuk, karena gue paling ngga betah kalau harus ketinggalan materi perkuliahan. Jadwal masuk gue 7.30am, dan gue telat, gue baru nyampe kels sekitar jam9am, beruntung, dosennya baik dan mempersilahkan gue masuk. Sesampainya di kelas, temen-temen sekelas ngeliatin gue, dan setelah jam mata kuliah abis, mereka langsung datengin gue dan tanya gimana kabar gue, juga rumah gue yang kebakaran. Haru. Dari situ gue tau dan bisa ngerasain, gue ngga sendirian..


Haru berlanjut ketika gue masuk lab, gue disapa sama banyak aslab (asisten lab). Yang paling gue inget adalah sapaan Kak Fidia (atasan dan senior), ketika gue buka pintu, dia langsung nyapa, "hai Seto, apa kabar?", dengan senyumannya yang khas. Setelah itu, ada beberapa dosen juga yang nyemangatin gue. Ah, gue ga ngerasa sendirian ketika itu, dan ga bisa dipungkiri, itu yang bikin gue tetep bertahan ketika gue merasa kehilangan.

Thanks, all! :)

Monday 23 July 2012

Selamat Berpuasa bagi yang melaksanakan! :D

Di bulan Ramadhan: Baru sahur » (҂˘̀^˘́)9 | siang hari » (҂'̀⌣'́)9 | jam 5 sore » -____-9

Saturday 10 March 2012

Impian Gue....

Perjalanan Impian Gue

Semua orang di dunia ini pasti punya impian. Dan gue adalah salah satunya. Ada orang yang berani mewujudkan mimpi mereka, ada yang membatasi mimpi mereka dengan cara mengekang pikiran mereka sendiri, dan ada yang menjadikan ketidak mampuan sebagai alasan untuk tidak mewujudkan impian mereka. Ketidak mampuan bisa dijabarkan dalam beberapa hal, diantaranya ketidak mampuan dalam segi materi, fisik (karena cacat, dsb.), dan karena tidak adanya dukungan eksternal. Karena beberapa alasan itulah seseorang bisa kehilangan percaya diri dalam mengejar impian. Sangat diguengkan, tentunya.

Hidup adalah pilihan. Menurut gue, begitu pula dengan impian. Pasti ada banyak orang yang memiliki banyak impian, pun dengan gue. Impian gue sewaktu gue masih duduk di Sekolah Dasar adalah menjadi pemain sepak bola, dan bermain untuk Tim Nasional Indonesia kelak. Usaha dalam mewujudkan impian itu adalah dengan bermain bola tentunya, mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sepak bola di SD, dan ikut berlatih bersama tim kecil yang ada di lingkungan tempat gue tinggal. Tim itu bernama SPY (Satria Putra Yunior), ketika itu, posisi gue adalah sebagai penjaga gawang. J beberapa pertandingan pun sempat gue ikuti, meskipun beberapa kali menderita kekalahan.

Beranjak menjadi murid SMP, atau di waktu itu lebih di kenal dengan sebutan SLTP (Sekolah Lanjut Tingkat Pertama), impian gue pun berganti dengan tidak menghilangkan impian sebelumnya. Menjadi Musisi. Ya, itulah impian gue, sewaktu gue duduk di SMP. Sewaktu gue duduk di SD, gue pernah belajar memainkan alat musik, yaitu suling. Gue rasa itu adalah alat musik yang anak SD pasti mainkan di beberapa Sekolah Dasar. Di SMP, gue belajar memainkan gitar. Gue minta diajari Om ketika itu, ya sekedar kunci dasar, dan setelah itu gue coba belajar otodidak, dengan membeli buku musik. Setelah hampir satu tahun belajar gitar, bisa dibilang gue tidak mengalami kemajuan yang berarti. Gue mulai mencoba alat musik lain, dan gue mencoba untuk bermain drum. Awal mula gue bermain drum adalah suatu hal yang tidak disengaja. Ketika gue SMP, gue dan teman-teman membentuk sebuah grup band, band asal-asalan tentunya, karena waktu itu hanya iseng, sekedar mengisi waktu luang. Ketika itu gue masih bermain gitar, sampai pada akhirnya, ketika kita latihan di suatu studio, tidak ada yang ingin bermain drum. Secara spontan, teman gue menunjuk gue untuk bermain drum. Gue tidak bisa mneolak, dan segera duduk di kursi drum. Jelas gue belum bisa apa-apa, dan bermain drum sebisanya. Tapi, dari situ ketertarikan gue akan drum bertambah. Setiap kali latihan di studio, gue terus mencoba bermain drum, sampai akhirnya bisa karena terbiasa, tidak jago tentunya, hanya dengan skill yang biasa saja. Dari situ, impian gue adalah menjadi seorang Drummer terkenal mulai terbentuk. J

Untuk mewujudkan impian sebagai Drummer, gue minta kepada Ibu untuk dibelikan drum. Gue senang, karena ketika itu, Ibu segera membelikan gue drum-set. Gue semakin semangat dalam bermain drum, tapi belum puas. Segera setelah itu, gue meminta kepada Orang Tua gue, agar gue bisa mengikuti drum-course, agar skill gue dalam bermain drum bertambah. Dan hal itu segera diwujudkan oleh Orang Tua gue. Gue semakin semangat menjadi seorang Drummer. J

Sebagai seorang Drummer, tentu harus memiliki “jam terbang manggung”. Diwaktu itu, Om gue selalu mengajak gue untuk mengikuti beberapa festival band. Gue setuju, dan akhirnya kami berada dalam satu panggung, memainkan lagu yang sudah kami pilih, atau yang sudah ditentukan oleh panitia. Itu adalah pengalaman yang mengasyikan, dan masih terekam dalam ingatan. J

SMA, gue masih nge-band dengan teman-teman yang lain, sampai akhirnya, entah ini ide, wejangan, wangsit, atau apapun namanya, datang darimana, entah kenapa, gue bercita-cita ingin kuliah di jurusan Psikologi. Ya, kuliah di jurusan Psikologi. Waktu itu, gue sendiri masih duduk di kelas 1 SMA. Entah apa yang gue pikirkan ketika itu, karena gue sendiri belum tahu, apa saja yang di pelajari dalam Psikologi. Walaupun belum tahu apa saja yang dipelajari dalam Psikologi, tapi gue selalu bangga ketika siapapun yang bertanya, “nanti kuliah mau masuk jurusan apa?” dan dengan rasa percaya diri, dan senyum yang cukup lebar, gue menjawab, “Psikologi” J Karena ketika itu gue masih SMA, gue simpan impian untuk belajar Psikologi, sampai nanti waktunya tiba, ketika gue kuliah nanti. Lambat laun, karena jadwal sekolah yang semakin padat, gue semakin jarang nge-band dan bermain drum tentunya, kursus drum pun terhenti, setelah setahun lebih gue kursus. Impian gue sebagai Drummer, gue rasa tertunda, tapi gue belum mengubur impian itu.

Lulus SMA, gue pun bersiap memilih jurusan dalam perkuliahan yang sesuai dengan minat gue, dan minat gue adalah belajar Psikologi J sebelumnya, gue sudah mencoba ikut PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) di suatu Institut yang berada di Bogor. Ketika itu gue diterima, dan tidak bisa dipungkiri, gue merasa senang, orang tua gue pun ikut senang. Dari sini, permasalahan mulai nampak. Ayah gue sebenarnya bingung, mengapa gue memilih jurusan Psikologi, dan jelas tidak setuju jika gue memilih jurusan Psikologi. Mungkin pada waktu itu, adalah kali pertama gue dalam belajar “memilih dan menentukan masa depan”. Ketika gue diterima PMDK di suatu Institut di Bogor, dengan segera gue sms orang tua gue, Ibu membebaskan gue dalam memilih jurusan perkuliahan, tapi tidak dengan Ayah, karena beliau tetap menginginkan gue memilih Institut yang bertempat di Bogor. Gue memikirkan jurusan yang gue pilih dengan hati-hati, dan tidak “sembrono”. Akhirnya, gue memutuskan untuk memilih apa yang gue minati, apa yang gue impikan sedari 1 SMA, untuk belajar Psikologi. Menolak permintaan Ayah, untuk masa depan kita, tidak durhaka, kan? =p

Kini, gue sedang menjalani apa yang gue impikan, ya, belajar Psikologi, dengan teman-teman, dosen, dan lingkungan belajar yang cukup menyenangkan, di Universitas Gunadarma J perjalanan gue belum berakhir, karena gue ingin terus membuktikan kepada Ayah, yang gue pilih, bukanlah hal yang sia-sia, yang gue pilih, adalah hal yang gue yakini untuk masa depan gue, passion gue dalam bidang akademik, bukan berarti gue “mengecilkan” jurusan atau ilmu lain. Itu adalah beberapa alasan gue, mengapa gue memilih dan belajar Psikologi. Masih banyak yang belum gue tahu tentang Psikologi, karena itu, gue masih merasa, mempelajari Psikologi hingga saat ini adalah suatu impian, sekaligus usaha dalam mendapatkan impian gue. J

Ada impian baru, ketika gue belajar Psikologi Pendidikan di semester 2, yakni, member kontribusi di dunia pendidikan, terutama dalam hal pembelajaran dan gaya belajar murid. J gue ingin tiap sekolah memberi kebebasan kepada siswanya, untuk menentukan dan menjalani gaya belajar yang mereka suka, ya, gue rasa, selama ini sekolah seringkali memaksakan gaya belajar yang sama pada semua murid, padahal, kecerdasan dan minat setiap siswa kan berbeda, ditambah lagi, tidak ada siswa yang bodoh, karena gue yakin, setiap siswa memiliki kecerdasan di bidang masing-masing J mungkin di beberapa sekolah sudah diterapkan hal seperti itu, gue berharap tidak di “beberapa” saja, kalau bisa, menyeluruh. Gue tahu itu adalah hal yang cukup sulit, tapi gue yakin, pasti bisa J usaha yang gue lakukan saat ini adalah berharap, berdoa, dan berusaha tentunya, belajar, dan sedikit memperhatikan gaya belajar teman-teman gue di kelas. Gue tahu itu hanya usaha kecil, tapi gue tidak akan berhenti bermimpi, berharap, berdoa, dan berusaha untuk hasil yang tidak kecil. J

Ada banyak impian gue saat ini, seperti bergerak di bidang/kegiatan sosial, mendirikan panti asuhan/jompo, mendirikan rumah makan dengan teman (berbisnis), menjadi penulis, berguna untuk lingkungan sekitar. Itu yang ada dalam pikiran gue saat ini, selebihnya, belum terpikirkan, atau tidak gue cantumkan. =p

Di awal cerita, gue sempat berkata, “Hidup adalah pilihan. Menurut gue, begitu pula dengan impian”. Ya, itulah yang gue rasakan, dan gue jalani. Gue telah memilih impian gue, dengan tidak menghilangkan impian gue sebelumnya, dan dengan tidak mengabaikan impian gue di masa depan, impian yang mungkin belum terpikirkan. Gue telah menentukan impian gue. Bermain bola dan drum, saat ini menjadi hobi, dan menjadi aktivitas di waktu senggang gue, karena gue tidak ingin melupakan, juga menghilangkan impian gue di masa lalu, karena impian itulah yang membawa gue kepada impian dan hal baru J

Friday 13 January 2012

8:20



DELAPAN. Yak! Angka yang gue suka, sedari gue kecil, dari gue SD tepatnya. Gak tau kenapa, yang jelas gue suka banget sama angka 8 ini. Bahkan, waktu gue SD, kalau dapet nilai, gue lebih suka dapet nilai 8 dibanding 9, atau 10. Memang aneh, tapi itu faktanya. :) sama kaya phobia, tapi ini bukan phobia, irasional. Banayak orang yang ngira, tanggal lahir gue itu 8, makanya gue suka banget sama angka 8. Maaf, tapi itu salah, banget. :) Tanggal lahir gue itu 20, dan bulan lahir gue adalah Juli. Gak ada sangkut pautnya sama angka kelahiran gue pokoknya. Gue pun gak tau dan gak bisa jelasin, kenapa gue tergila-gila sama angka 8..

Gue salah satu fans kapten Liverpool saat ini, ya, Steven Gerrard. Nomor Punggung dia 8, banyak orang yang ngira juga, mungkin karena gue suka Steven Gerrad, makanya gue suka nomor 8. Gini, dulu Gerrard muda itu nomor punggungnya 28, terus dia sempet pake kostum nomor 17 di Liverpool, sampe akhirnya dia pake nomor 8, nomor yang paling Gerrard suka. Memang ada hubungannya, tapi itu gak menjelaskan secara keseluruhan, kenapa gue suka banget sama angka 8.

Entah ini simptom atau sindrom apa, yang jelas, 8 itu angka yang paling gue suka! :D

Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...