Monday 15 April 2019

Catatan Seorang Perekrut - Ekspresi dan Respon Kandidat. #12

Sebagai rekruter, sudah sewajarnya selalu berkomunikasi secara langsung atau tidak langsung dengan para kandidat, pencari kerja. Banyak orang di sekitar gue -khususnya kandidat- yang bilang, komunikasi itu lebih enak secara langsung, karena bisa liat emosi orang yang berbicara, jadi tau mana yang lagi marah atau engga, bisa menyesuaikan. Ada betulnya. Bukan berarti bicara secara ga langsung (via telfon, chat, dan lain sebagainya) itu ga enak, tergantung kita mulai percakapannya gimana, nada suaranya gimana. Cukup banyak kandidat yang berpengalaman di Call Center yang gue wawancara, mereka menyampaikan, salah satu kebahagiaan mereka adalah ketika bisa meredam amarah pelanggan yang dari awal nelfon udah bernada tinggi.

Gue pun punya tugas yang sama, menyampaikan informasi ke kandidat, mulai dari mengundang untuk proses wawancara via telfon, via email, atau sms dan chat kalau memang diperlukan. Kesulitannya adalah ketika ga ada respon dari mereka, ya mau gimana, paling engga gue udah coba komunikasikan dengan menggunakan beberapa media.

Ekspresi dan respon mereka pun beragam dalam menanggapi info dari perusahaan, apa pun prosesnya, wawancara tahap awal, psikotes dan/atau wawancara lanjutan dengan User, sampai info perihal lolos semua tahapan atau tidaknya.

Ada kandidat yang sudah apply posisi untuk lowongan Call Center di salah satu akun portal pencari kerja, ketika gue telfon dan gue undang wawancara, responnya,

"maaf, Mas, saya ga minat dan ga tertarik sama posisinya." Kesel, loh, YANG APPLY KAN ELU, MAMAT! KALAU GA MINAT YA KENAPA APPLY.

Melanjutkan cerita ini, gue pun pernah nelfon kandidat yang apply dari salah satu job fair, pas ditelfon, masa kandidatnya bilang sambil ngegas,

"OH DAPET DATA SAYA DARI JOB FAIR, YA? SAYA GA PERCAYA LAGI SAMA ACARA JOB FAIR, PENIPU!"

Lah, Malih, kalau job fair penipuan, kegiatan ini udah dianggap ilegal dan akan diberentikan sama pemerintah. Lagian kan kandidat ini yang nulis data diri dan kumpulin CV, kalau memang ga percaya, ngapain lakuin itu? Datang ke job fair dan tulis data diri. Cuma biar dapet duit jajan ke orang tua, ya? Iya? Lagian perusahaan yang ikut job fair biasanya akan dipantau kredibilitasnya, ga sembarang kalau memang yang mengadakan job fair orang atau instansi yang berkompeten. Kalau lo bilang job fair penipuan, sama aja kayak lo bilang, "semua cowo sama aja." Menyama-ratakan adalah suatu kesalahan. Kenapa jadi serius gue. Wqwqwq.

Itu kenapa, pesan gue, dan dari pengalaman pribadi, apply posisi yang memang diminati atau yang kira-kira kita akan tetap jalani walaupun dirasa berat, sederhananya disanggupi. Coba posisi lain yang bikin penasaran boleh, tapi coba diliat atau dicari tau dulu, deskripsi kerjanya apa aja, tanggung jawabnya apa aja. Jadi, ga ada alasan ketika menjalani kerjaannya, "saya ga kuat, Mas." Udah tau ga akan kuat, malah dicobain. Bukan apa, sayang banget sama waktu dan karirnya. Prinsip gue, apply posisi yang memang sekiranya diminati atau sanggup jalaninnya. Jadi, minimal satu tahun ada di posisi itu, dapat paklaring/surat referensi kerja, biar ada bukti bahwa kita udah berpengalaman atau bekerja sebelumnya.

Soal ekspresi dan respon kandidat ketika diinfokan bahwa dia lolos semua tahapan pun berbeda-beda, ada yang flat, ada yang antusias, yang nangis terharu di depan gue pun ada,

"Makasi infonya ya, Mas."

Dengan nada yang datar dan percaya diri, setidaknya penilaian sok tau gue sih gitu, salah satu tipe yang kayak gini, itu si Inuar Zahrawati, kandidat yang pertama di posisikan buat Reporting Analyst, tapi karena kemampuan dan analisanya di atas rata-rata, dipindah jadi WFM (Work Force Management). -cerita soal Inuar akan berlanjut di bagian selanjutnya-

Ada juga kandidat yang ekspresif,

"Hah?! Serius, Mas?" Lalu dia nangis terharu di depan gue, ketika gue tanya kenapa nangis, dia terharu dan seneng, dia langsung ngabarin orang tuanya, dia diterima.

Ada kandidat yang engga fokus ketika wawancara. Sewaktu gue persilakan untuk perkenalan diri, DIA MALAH KELUAR RUANGAN. Gue kaget dan langsung nanya,

Gue: "Loh? Mba mau ke mana?"

Kandidat: "Saya diminta tunggu di luar, kan, Mas?"

Gue: "Perkenalkan diri, Mba, bukan keluar. Hehe."

Kandidat: "Oh, hehe. Maaf, Mas. Hehe"

Gue: "Hehe.."

Kandidat: "Heuu."

Ingin rasanya ku keluar dari ruangan wawancara dan cari alfamerit, terus emut kuping tukang parkir yang ketika kita datang ga ada, begitu kita selesai belanja, dia muncul sembari menagih uang parkir. 

--cerita ini bersambung di chapter berikutnya, ya--

No comments:

Post a Comment

Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...