Monday 6 May 2019

Catatan Seorang Perekrut - Bertemu Nazliah. #16

Selama outing gue pepet perempuan ini, gue liat terus, mumpung satu kelompok. Makin akrab sampai outing selesai. Di satu waktu, Heni masih beberapa kali ngechat via BBM selama outing, sekadar nanya kabar, tapi ya jadi terkesan posesif. Duh. Walaupun IPK gue dulu cuma 3.49, Gue bisa pikir kali,

"ini dia kenapa, sih, udah putus masih aja ngechat. Katanya ga bisa jalanin hubungan sama gue, tapi masih aja nanya kabar."

Biar ga berkepanjangan, akhirnya gue dan Heni sepakat ketemu, biar bisa segera kelir (baca: clear) masalahnya. Setelah ketemu, dia cerita panjang lebar, yang disampaikan:

"Kamu sekarang lebih cuek, ya"

Sambil nangis dia bilang,
"Aku ga bisa tanpa kamu~" uwuwuwu, kenapa ga bilang hal ini selama pacaran, BAMBANG.

Walaupun sama perempuan yang gue temui di outing belum sampai pacaran, tapi kami udah makin deket, dia merespon perhatian yang gue kasih, pun dengan dia. Setelah gue menimbang dan sepertinya Heni butuh jawaban gue segera, gue langsung jawab ke dia secara langsung saat ketemuan,

"maaf, aku ga bisa."

"kenapa? Udah ada cewe lain yang kamu suka, ya?" --yaiyalah, MAHMUDI, ke mana aja lo selama ini. Lagi pun, kalau gue suka sama perempuan lain ya ga salah, kan udah menjomblo--

Gue cuma jawab dengan senyuman. Pada momen ini gue berasa ganteng banget. Keputusan ini gue buat bukan karena mau balas dendam, lebih kepada, gue laki-laki, harus memilih dan punya sikap. Akhirnya, gue memilih perempuan yang menarik hati gue sewaktu outing dibanding Heni.

Nazliah Gusmuharti.

Setelah kejadian ini, gue ga langsung cerita ke Nazliah, bahwa mantan gue masih kontak dan sedikit memohon untuk kembali. Gue fokus ke hubungan gue dan Nazliah. Selama PDKT, tanpa disangka dan dingana, Nazliah yang bilang suka duluan ke gue. Dia bilang, gue kelamaan "nembak"., makanya dia gemas. Wqwqwq.

Kami PDKT selama 3 bulan, gue beranikan diri untuk menyatakan perasaan pada 07 Maret 2013. Saat itu sekitar jam 16.00, Nazliah yang selama kuliah juga jadi asisten lab, nunggu gue beres keluar dari lab, tanpa sepengetahuan dia, gue udah menyiapkan rencana "penembakan". Di dalam lab udah kumpul semua temen-temen, lalu tanpa disangka gue langsung bilang,

"Kamu mau ga, jadi pacar aku?"

Nazliah mengangguk dan senyum. Terus gue langsung bilang,

"Kalau mau, peluk aku, dong." kami pelukan.

Afirmasi gue terkabul perihal tipe perempuan yang gue mau, seperti yang gue sebutkan sebelumnya. Selama pacaran, Nazliah bantu proses skripsi gue, kasih dukungan moral juga. Persis seperti kriteria yang gue ingin.

Sewaktu kuliah, beberapa sahabat dekat gue yang tau gue baru diterima oleh seorang perempuan, langsung pada heboh dan berkomentar, macam kasih testimoni. Apalagi Nazliah ini tergolong cantik, pintar, dan senior di kampus pula. Mereka adalah Aji, Maizar (biasa dipanggil Bejoong -dia bilang "o"-nya harus dua), dan Usber.

Komen dari Aji, sewaktu dia tau gue bikin jersey kembaran,

"Wah, lo udah bikin jersey samaan aja, entar kalau putus, repot lo, ga mau dipake lagi nanti."

Setelah Aji bilang gini, yang ada di pikiran gue adalah,

"yaudah, liat aja nanti, kami ga akan putus, kok."

Bejoong dan Usber engga mau kalah dalam kasih komentar,

"GILA SI SEMPAK TAU AJE YANG CAKEP. KOK BISA DITERIMA LU? HAH? HAH?" -Bejoong.

"GUA RASA SI NAZLIAH MASIH KETUTUP DAH MATA BATINNYA. SEMOGA NAZ ENGGA NYADAR, YA. KALAU DIA SADAR LU GA GANTENG, GUA RASA NYESEL DIA." -Usber.

Iya, mereka kalau "ngata-ngatain" gue memang suka serius dan bener.

Belum lagi si Yessica sama Alia, dua sahabat lain kelamin ini juga sama kasih komentar yang lumayan ga kalah pedaz,

Yessica: "gila, lu, To, Kak Naz kan cantik banget, kok bisa?" Hmm.

Alia: "gue pernah liat kalian berdua jalan, kayaknya bahagia banget gitu sambil ketawa-ketawa, padahal lagi jalan kaki di pinggir jalan."

BHAIQ.

Makin menjalani hari bareng Nazliah, gue makin sayang sama dia. Dia itu pintar dan cerdas, punya sikap, dan tegas. Gue suka semua hal yang ada pada dirinya, termasuk juga kalau ambil keputusan cepet banget, spontan. Berbanding terbalik sama gue yang tipe pemikir, kelamaan mikir dan banyak pertimbangan. Nyaman diajak diskusi, ngobrol, dan bercanda.

Nah, hal yang paling dia ga suka dari gue selama pacaran adalah posesifnya gue. Harus diakui, gue tergolong lelaki posesif dan cemburuan. Kalau kalian mau background check, mungkin kalian bisa tanya ke mantan gue. Wqwqwq. Udah sok ganteng, posesif pula. Seto oh Seto.

Selama pacaran, kami punya visi yang sama, engga mau sembarang putus apalagi putus-nyambung. Kalau putus, ya, putus. Kalau memang lagi marahan, sebesar apa pun marahnya, obrolin. Diskusikan. Walaupun gue kalau lagi marah, seringnya diem, sih. Wqwqwq. Akhirnya, visi kami itu bisa diwujudkan. Engga pernah ada yang namanya kata putus selama pacaran, karena kami sama-sama ingin hubungan ini bisa sampai menuju pelaminan.

Kami sepakat, maunya satu sama lain jadi tujuan, bukan hanya singgahan.
Pada akhirnya, kami menikah tepat pada tiga tahun kami pacaran. Resmi pacaran tanggal 7 Mei 2013, menikah tanggal 07 Mei 2016. Ya, antara menyangka sama engga akhirnya bisa betul-betul menikah dengan Nazliah. Dari mulai awal ketemu saat outing, modalnya cuma yakin dan pede aja deketin dia. Sempet ilang kontak, tapi, dengan giat gue cari tau akun media sosialnya dia, awalnya twitter.

Setelah kejadian mencari tau diri dia dari twitter, gue sempet banyak komunikasi, saling mention, nyampah di timeline. Saat itu, mungkin banyak yang menyangka, kami ini alay yang lagi kasmaran. Wqwqwq. Yang gue suka dari Nazliah adalah, dia selalu punya sudut pandang yang berbeda tiap kali diskusi, selain penyeimbang, dia memang pelengkap gue.

Dari kejadian ini, akhirnya gue bisa menjawab dengan pasti dan yakin, kalau ada orang yang nyinyir,

"MAIN MEDIA SOSIAL MULU, EMANG BISA DAPET JODOH DARI SITU?"

Bisa. Buktinya gue. Hehehe.

Saat ini, kami juga sudah diamanati satu orang sahabat, Tobio Gusto Abqary, yang lahir tepat pada tanggal 07 Maret 2017. Gue inget tanggal lahirnya Tobio soalnya barusan cek fitur memories di facebook.

Tulisan ini sengaja dibuat dalam rangka usia pernikahan kami yang ketiga tahun. Mungkin biasa aja, ga begitu spesial atau sweet, tapi berhubung gue lagi gemar menulis, jadi, apa salahnya sedikit memori tentang kami dirangkum secara betul-betul singkat di sini. Ini yang bisa gue kasih.

as I said before and always remember this.
 I love you, not for a while, 
I do love you for the rest of my life. 
-From your happy husband. 

Friday 3 May 2019

Catatan Seorang Perekrut - Cerita Mantan. #15

Spoiler: di luar konteks, tapi relate.

Cerita mantan yang dimaksudkan di sini, ga semua mantan diceritain, cuma beberapa orang pilihan aja, ada juga mantan yang baru disuka aja, baru gue deketin. Dibilang gebetan juga bukan, soalnya yang suka cuma gue doang, dia engga.

Pertama kali gue tertarik sama lawan jenis itu waktu kelas 2 SD. Iya, di usia yang masih polos gitu, gue udah belajar jadi budak cinta alias bucin. Ya cuma suka-sukaan gitu. Kelas 5 SD di sekolah gue dulu lagi masanya banyak temen-temen yang udah pacaran. Bahkan sempet ada gosip anak kelas 6 ciuman sama pacarnya yang juga sesama kelas 6. Lalu, yang dipikirkan gue sama teman-teman waktu itu,

"Ih, kalau si cewenya hamil gimana?"

Iya, namanya juga anak kelas 5 SD, masih sepolos itu mikirnya. Sampai akhirnya di kelas 6 SD, malah gue yang ikutan pacaran, akhirnya gue jadian sama cewe yang gue suka, walaupun cuma dua minggu. Diputusinnya pun pas gue main kelereng, gue dipanggil sama dia.

"Seto, aku mau ngomong. Ke sini dulu, dong."

"Iya, apa?"

"Aku mau kita putus. Aku udah ga sayang lagi sama kamu."

Jailah, baru jadian beberapa hari aja bilangnya udah ga sayangnya, sayangnya aja ga tau kapan.

"Oh. Yaudah. Itu aja?" Lalu gue lanjut main kelereng, dan dia langsung ditembak sama temen gue. Mereka langsung pacaran. Dasar bucin. 

--cerita cinta SMP dan SMA skip, siapa tau kelak gue bikin buku, baru akan diceritain detilnya-- ada Aamiin?

Gue lulus SMA dalam keadaan single, iya jomblo. Rasanya aneh karena biasanya gue ga bisa kalau ga punya pacar, dasar emang mental bucin. Itu kenapa, kuliah gue bertekad dari semester awal harus punya pacar. Biar kurang tampannya gue ini tersamarkan.

Tekad ini berhasil mempertemukan gue dengan Annisa Widya (ig: cha_nissa), perempuan yang manis, good looking. Gue ngerasa deg-degan sewaktu liat dia di kelas, tapi gue nyali gue ciut pas gue bercermin. Apa dia mau sama gue yang rambutnya botak karena efek ospek? Ya, semuanya juga botak, sih, pas awal masuk.

Di semester 3, akhirnya gue memberanikan diri menyatakan perasaan gue ke dia. Terpaksa, karena temen nongkrong gue ngirim sms (waktu itu BBM dan WhatsApp belum begitu tenar) ke Annisa ini, sewaktu handphone gue dipinjem sama dia. Kurang lebih isi smsnya gini:

"Ca, sebenernya gue udah lama suka sama lo." Fak, emang.

Hasil dari penembakan gue, jelas. Ditolak. Setelah itu, gue malah keterusan masih ngejar-ngejar si Annisa ini padahal ya udah ditolak,  pikir gue waktu itu, ya usaha dulu, masa udah nyerah?

Karena gue terlalu jumawa ga pernah ditolak selama PDKT sama seseorang. Gue terlalu pede, sampai gue lupa, kalau udah mengusahakan yang terbaik, segala cara gue lakuin walaupun ga semuanya maksimal, dan gue belum mendapatkan hasil, saatnya gue ubah haluan.

Perjuangan terakhir gue deketin Anissa ini, buatin video sewaktu dia ulang tahun, sampai pada akhirnya gue nyerah di semester 6. Gue memutuskan untuk menghentikan rasa penasaran dan hasrat dapetin hatinya Annisa. Ya, udah tiga tahun, rasanya cukup dan sadar diri. Hehe. -biar terkesan patriotik, gue memakai kata perjuangan-

Gue sadar, falling in love with the people we can not have itu sakit. Sebab, gue berpedoman, dalam hubungan timbal balik, cinta itu saling memiliki. Setelahnya, gue tetap berteman baik.

Semester 6 semasa kuliah, gue jadi asisten lab psikologi di kampus untuk meningkatkan ketamvanan di mata para adik kelas. Mindset ini ada hasilnya. Ada satu adik kelas yang memukau mata gue, pas banget dia adik kelas sewaktu SMA. Heni, namanya. Saat itu yang gue pikirkan adalah,

"Yak! Ada bahan obrolan!"

Gue ajak dia ngobrol, basa-basa soal SMA. Akhirnya minta pin BBM-nya. Iya, biar bisa liat mukanya terus. Setelah di-add, ada inisial nama di status BBM-nya, yang gue tau, itu nama cowo. Pasti pacarnya, dong? Ga mungkin nama abang yang jualan kentang-cimol di kampus dia save inisialnya sampai dijadikan status BBM. Cowonya kuliah di luar kota.

Sedih. Alamat bertahan jomblo. Entah kenapa gue sempet mau ngejauh gitu, tapi berasa ditahan sama obrolan yang seru dan "bersambut". Padahal, ya dia udah punya pacar. Makin lama kenal dan bosan memendam, akhirnya gue beranikan diri bilang via BBM,

"Aku itu suka sama kamu, tapi aku ga bisa ngelakuin apa-apa, kamu tau kenapa."

"Iya, maaf, ya. Saat ini aku ga bisa." Respon dia.

Komunikasi terus berlanjut. Bahkan makin deket. Macem HTS-an, mungkin? Akhirnya, gue nyatain perasaan secara langsung, waktu itu ga pernah ngobrolin banyak soal cowonya, yang gue tau dia nerima gue jadi pacarnya. Pernah satu waktu setelah kami pacaran dia bilang,

"dia (cowonya) pulang. Aku main sama dia dulu, boleh? Maaf, ya."

Jadi yang kedua itu ga enak, bgst. Wqwqwq.

Setelah itu, dia janji mau mutusin cowonya dan lebih milih gue. Di sini, momen di mana gue merasa makin ganteng dengan tampang yang minimalis. Akhirnya mereka putus. Gue naik peringkat jadi pilihan utama.

Marahan sama dia yang paling gue inget adalah sewaktu dia bete, gue coba menghibur, dia malah bilang,

"GA USAH NGELUCU, DEH. KAMU BUKAN PELAWAK." Sakit hatiku menahan pilu, gaes. Wqwqwq.

Eh, setelah itu, pacarannya malah ga bertahan lama. Terhitung, sekitar enam minggu. Putusnya pun di kereta, kurang lebih dia bilang gini,

"Maaf, kayaknya kita ga bisa lanjut. Kamu terlalu baik buat aku. Aku ga bisa jalanin hubungan yang begini."

Dengan sok tegar, gue cuma bisa jawab,

"Oh, yaudah. Tenang aja, aku ga apa-apa, kok." -hati teriris bagai bawa dibelah pisau, adinda. Kau tau itu- SELAIN DI KERETA TIDAK MUNGKIN DONG GUE TIBA-TIBA NANGIS MERAUNG-RAUNG KARENA BAU DIPUTUSIN.

Seperti biasa, gue langsung anter dia ke luar stasiun. Lalu gue bilang ke dia,

"kamu hati-hati, ya."

Percakapan baik sebelum betul-betul mengakhiri suatu hubungan. Sampai di rumah, gue langsung laporan ke Mama, gue putus sama si Heni ini. Mama cuma nanya,

"Perasaan kemaren baik-baik aja, ada apa?"

Gue  jawab, "ga tau, tuh, aneh."

Lalu Mama balas menghibur,

"Yaudah, nanti juga balik lagi kalau emang masih butuh. Seto ga usah ngejar-ngejar."

Gue cuma jawab, "iya."

Baru aja Mama ngasih wejangan, eh, ini anak langsung BBM, tuh,

"Kamu di mana? Udah di rumah? Kok ga ngabarin aku?"

Hasgagajsjsuqiqjrowpqnsbdgwyqiwpandbgwoam. GIMANA SIH, KAN UDAH PUTUS. KALAU MAU DIKABARIN TERUS, NGAPAIN MINTA PUTUS?!1!1!1!!

Ya, mungkin kami emang harus pisah, karena beda kenyamanan, beda visi. Walaupun masih semester tujuh, waktu itu gue pikir ketika nemu pacar, harapannya ya bisa lama, syukur kalau memang sampai pernikahan, berjodoh. Capek kali putus-nyambung, kayak anak labil. Apa mau dikata, takdir berkata lain keputusan sudah dibuat.

Selama kami pacaran, foto kami berdua pun cuma pernah dipasang sekali aja, itu pun cuma beberapa detik. Awalnya gue bingung, kok kayanya enggan banget pasang foto berdua sama gue, selain memang gue kurang ganteng, buat dia yang lumayan cantik. Setelah dipikir, itu bukan alasan yang bisa masuk dalam perasaan karena cinta ini kadang tak ada logika, ternyata lebih kepada,
Ada perasaan orang lain yang dijaga.
Setelah putus dengan Heni, gue kembali menjomblo. Memang dasar ga betah sendiri, gue berniat mencari dan segera menemukan kembali seorang pacar yang hilang dan belum ditemukan untuk menemani kegiatan sehari-hari.


Setelah diputusin ini, karena gue udah mendekati pengerjaan skripsi, gue bertekad untuk segera dapet pacar lagi, biar jadi mtoivasi segera lulus kuliah. Perempuan yang mau gue miliki selanjutnya, kriterianya cantik, cerdas, bisa main musik, pakai softlens atau kacamata, keren dan modis.

Targetnya berat banget, ya? Lebih berat dari target waktu lulus.

Inget banget, 28 Februari 2013 gue ada acara outing lab jurusan. Semua asisten lab ikut. Di sini gue ketemu sama satu senior, satu angkatan di atas gue yang menarik perhatian dan pandangan, Cantik. Ya, ga bohong, dong, pertama kali liat orang, penilaiannya secara fisik terlebih dulu. Dia satu kelompok sama gue pula selama outing. Ga karuan perasaan gue, tapi, seakan feeling gue bilang,

"orangnya ini, deketin aja, percaya sama gue."

*** Bersambung di bagian selanjutnya ***

Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...