Wednesday 5 September 2012

[TER]BAKAR! 24 Maret 2012!

Ya, dari judulnya ada beberapa asumsi, pastinya. Tanda kurung sebelum kata "bakar", jadi pelengkap suatu kata, dari (asumsi awal) "Bakar", jadi, "Terbakar". Ga ada maksud lain, sih, biar keren aja. Terus, 24 Maret 2012, tepatnya hari Sabtu, waktu dimana sesuatu yang terbakar itu terjadi. Gue ga akan ngelupain tanggal itu, karena ditanggal itu, rumah gue terbakar, kebakaran. Hari ini tanggal 5(6) September 2012, gue baru bisa ngetik catetan ini. Telat, sih, tapi, daripada ngga sama sekali. Dan hari ini, gue baru update blog gue lagi. Jujur aja, karena males -____-

Oke, gue ngga akan ngelupain kejadian di tanggal 24 Maret sama sekali, dan sedikit pun. Gue ngerasa, harus bener-bener ngerasain sakit, ketika gue mengalami kejadian kayak gini. Waktu itu, gue lagi di kampus, kampus gue letaknya di daerah Depok, inisial kampus gue, Universitas Gunadarma. Ya, deket banget sama stasiun Pocin (Pondok Cina, bukan Pondok Cinta). 4pm, gue lagi di lab, anggaplah melaksanakan kewajiban. Gue ga punya feeling apapun tentang kebakaran ini. Di lab, gue ketawa sama temen-temen yang lain, bercanda kaya biasanya. Sekitar 4.20pm, gue udah duduk manis di stasiun Pocin, nunggu kereta di peron 2 (menuju Bogor). 4.30pm, gue udah di kereta, dan belum lama gue di kereta, gue di telfon sama temen rumah. Gue kira dia nelfon gue karena mau main bola (karena biasanya kalau temen gue menghubungi gue di jam segitu, biasanya mau main bola), tapi, ternyata perkiraan gue kurang, dan gak tepat sama sekali. Temen gue "berbicara dengan cepat". Panik. Gue inget apa yang dia bilang, "To, lo dimana? Rumah lo kebakaran!" Karena dia ngomong terlalu cepet, gue pun cuma bales, "hah? Apaan? Gue masih di kereta!" Gue bales dengan suara yang cukup keras, karena memang suara dia gak jelas. Sampe akhirnya dia teriak, "rumah lo kebakaran!!". Gue diem, lemas. Gue coba menenangkan diri. Sedikit berhasil. Setelah denger dengan jelas apa yang temen gue bilang, gue coba untuk tenang, "ga perlu panik", kata gue dalem hati. Ngga lama kemudian, kakak gue nelfon, dia nangis dengan histeris, karena dia udah di (depan) rumah, cuma bisa pasrah liat rumah terbakar, kamar dia terbakar, juga kamar gue. Setelah kakak gue, akhirnya nyokap gue telfon gue, itu makin memperjelas, kalau keluarga gue sedang pasrah liat rumah terbakar, sedangkan gue, masih di perjalanan menuju Bogor. "Ga perlu panik", tetep kata gue dalem hati, dan terus coba menenangkan diri. Ngga lupa juga gue sms ke sahabat gue di kampus, minta doa biar keluarga gue dan semuanya baik-baik aja. Gue masih inget isi sms dari gue, ke sahabat gue, namanya Aji "Bro, doain gue, ya, gue baru dapet kabar, rumah gue kebakaran". Setelah gue sms itu ke Aji, ada banyak sms yang masuk, gue tau, itu "kerjaannya" Aji (trims!). Sekitar jam 5.30pm, akhirnya gue tiba di (depan) rumah. Gue masih inget banget, waktu itu gue sok cool, cuma bisa menatap kondisi rumah yang udah hangus terbakar. Oiya, ketika kebakaran berlangsung, temen gue sempet ambil foto besarnya api yang lagi "menggulung" rumah. Ini dia:

Sebelum kebakaran berlangsung, dari sekitar setelah dzuhur, ternyata keluarga juga saudara gue, lagi karokean di rumah, dengan perlengkapan yang sederhana (keyboard, sound system yang kapasitasnya cukup berat, mungkin, karena gue kurang ngerti soal itu). Mereka karokean sampe sekitar ashar (3.20pm), dan diwaktu itu, mereka istirahat. Ngga lama setelah istirahat, ternyata mati listrik. Sambil nunggu listrik menyala, bokap dan beberapa orang di rumah keluar dulu, sampe akhirnya, setelah mereka balik lagi ke rumah sekitar 4.20pm, api mulai berkobar. Kabarnya, kebakaran terjadi karena "hubungan arus pendek", karena beban listrik yang terlalu berat, melampaui kapasitas.

Waktu (setelah) maghrib, gue pake buat ngobrol-ngobrol sama temen-temen rumah, juga temen-temen SMA gue yang ketika itu bisa "menengok" gue. Sama kaya gue, mereka pun keliatan kaget dan gak percaya. Tapi, dibalik itu semua, gue tau, mereka berusaha menghibur gue sebisa mereka, ngelakuin apa yang mereka bisa.

Gue baru pertama kali ngerasain hal ini, ketika gue tau rumah gue kebakaran. Hampa. Percaya atau ngga. Kata "hampa", untuk yang baca mungkin dirasa lebay atau sedikit berlebihan. Tapi, itu yang gue rasain. Gue ga bisa nangis, ketika gue tau dan liat, orang tua, juga kakak gue nangis. Baju gue habis, lenyap. Drum kesayangan gue pun (otomatis) terbakar. Malemnya, (setelah isya), gue coba naik ke lantai atas, tempat dimana kamar gue ada. Gue inget, disitu ada laptop dan beberapa barang kesayangan gue. Gue masih belum percaya waktu liat kamar gue lenyap, hangus, habis terbakar (fotonya ada dibawah paragraf ini). Dan baru pertama kali juga, gue tidur di rumah tanpa atap. Kalian harus tau, rasanya dingin! :D




Yah, begitu deh keadaannya :) gambar dibawah, rumah tanpa atap. Gue ambil foto keeesokan harinya.



Dan akhirnya, beginilah rumah (diliat dari luar) setelah kebakaran..


Baju, celana, juga drum yang kesisa.. Mereka udah jadi bangkai -__-





Ini bagian rumah lain yang terbakar, dari lantai satu, sampai dua..
















Itu gambaran rumah gue yang terbakar di tanggal 24 Maret 2012. Setelah kejadian itu, banyak banget sodara, temen (gue, kakak, nyokap, ataupun bokap, yang tentunya banyak banget kalau disebut satu per satu) yang dateng untuk menjenguk sekaligus kasih bantuan (terimakasih! :D).


Senin, tepatnya tanggal 26 Maret 2012, gue ada jadwal kuliah, gue harus masuk, karena gue paling ngga betah kalau harus ketinggalan materi perkuliahan. Jadwal masuk gue 7.30am, dan gue telat, gue baru nyampe kels sekitar jam9am, beruntung, dosennya baik dan mempersilahkan gue masuk. Sesampainya di kelas, temen-temen sekelas ngeliatin gue, dan setelah jam mata kuliah abis, mereka langsung datengin gue dan tanya gimana kabar gue, juga rumah gue yang kebakaran. Haru. Dari situ gue tau dan bisa ngerasain, gue ngga sendirian..


Haru berlanjut ketika gue masuk lab, gue disapa sama banyak aslab (asisten lab). Yang paling gue inget adalah sapaan Kak Fidia (atasan dan senior), ketika gue buka pintu, dia langsung nyapa, "hai Seto, apa kabar?", dengan senyumannya yang khas. Setelah itu, ada beberapa dosen juga yang nyemangatin gue. Ah, gue ga ngerasa sendirian ketika itu, dan ga bisa dipungkiri, itu yang bikin gue tetep bertahan ketika gue merasa kehilangan.

Thanks, all! :)

Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...