Sunday 20 November 2016

Bapak dan Mama

Bapak dan Mama. Begitulah cara gue memanggil orang yang sudah membesarkan, merawat, juga mendidik gue hingga sekarang. Sekalipun gue udah nikah. Tamat. Eh, ngga, deng, singkat banget bikin tulisan di blognya. Gue inget, ketika gue masih kecil, gue amat sangat dimanja. Apapun yang gue mau, pasti dibeliin. Emang guenya juga yang rese, sih, banyak maunya. Mama seringkali cerita tentang gue di waktu kecil, cerita favoritnya adalah, "Seto waktu masih kecil kalau mau potong rambut, harus jajan dulu. Jajannya lebih dari tarif potong rambut". Menurut Mama, tarif potong rambut pada waktu itu Rp. 3.000,- dan jajan gue bisa sampe Rp. 10.000,-. Ternyata dari kecil gue udah bakat malak. Bapak punya cerita favorit lain tentang gue di waktu kecil, ceritanya adalah "Dulu, segenggam emas.. Kau pinang aku.. Uwo, Uwo..", eh, maaf, bukan itu. Cerita favoritnya Bapak "Seto dulu kalau Bapak ajak ke lapangan badminton, bukannya liatin bapak main badminton, malah minta jajan melulu.", maklum, Bapak salah satu penonton badminton legendaris di kampung asalnya dulu, maksud gue, hobi Bapak itu main badminton. Jadi, dia berharap, Seto kecil akan menyukai dan menekuni badminton. Nyatanya, gue malah lebih suka sepakbola sebagai olahraga yang dijadikan hobi. Hehe. Bukan berartu gue ga suka badminton. Gue suka badminton dan olahraga lainnya, tapi, sayang, gue cuma hobi dan seneng nontonnya aja. Walaupun ga jago main sepakbola, paling ngga, gue sedikit bisa mengoper dan menendang bola, dibanding melakukan smash dengan menggunakan raket.

Gue tumbuh normal seperti anak kecil lainnya, suka main hujan-hujanan, ledek-ledekan, juga pacaran. Ngga, deng. Jaman gue TK dan SD, ga banyak yang gue inget, mungkin karena terlalu flat, jadi, ga ada kesan yang amat sangat gue inget, kecuali gue diputusin sama cewe yang gue suka ketika kelas 6 SD, hal itu terjadi ketika gue main kelereng, dan gue ga peduli hubungan asmara gue kandas. Saat itu, masa kecil gue terselamatkan. Dengan adanya permainan kelereng. (........) Oh, iya, metode belajar yang Bapak dan Mama terapin waktu TK s/d SD, yang jelas disiplin dan ketat. Bapak dan Mama selalu ngajarin gue setelah jam sholat Maghrib, kalau gue ga bisa ngerjain soal, biasanya dibentak dulu, baru gue ngerti. Kalau gue inget masa itu, lucu. Kadang gue nangis, karena ga ngerti-ngerti walaupun udah dijelasin berkali-kali. Kalau gue udah nangis, barulah Bapak dan Mama menghibur gue, "godain" gue, tapi, kesel dan sedihnya lebih besar, jadi, kadang kala hiburannya ga berhasil.

SMP dan SMA lebih menarik, khususnya dari sudut pandang gue. Gue termasuk anak yang rajin ketika SMP, belajar tepat waktu, dsb., rangking gue selalu di 3 besar/teratas. Kejadian yang gue inget, ketika gue kelas 2 SMP dan pembagian raport, gue dapat rangking 1, kebetulan Bapak yang menghadiri acara pembagian raport. Bapak yang senang karena prestasi anaknya dan diumumkan di hadapan orang tua yang lain, langsung "setor" 200 ribu ke gue, tunai! Sah! Sontak teman gue yang duduk di belakang gue liat kejadian itu dan langsung berbisik ke gue, "enak banget lu, langsung dikasih uang banyak!". Kalau kejadian itu gue alamin di jaman sekarang, berasa "Thug Life" gitu. Dari situ Bapak dan Mama cukup bangga sama prestasi akademik gue, karena gue cukup konsisten sampai akhirnya lulus. SMA prestasi gue turun, gue lebih seneng main dan pacaran ketimbang belajar, ketika UN (Ujian Nasional), pun, yang ada di pikiran gue, "yang penting lulus". Hehe

Jaman gue kuliah, gue kembali rajin belajar, disiplin dalam belajar, karena studi kuliah yang gue pilih adalah yang gue suka, jadi, ga ada alasan nilai gue jelek. Harus bagus dan sesuai target. Syukurlah pada acara wisuda, gue bisa bikin Bapak dan Mama bangga, karena gue lulus dengan predikat cumlaude, dan nama gue disebut karena jadi salah satu lulusan dengan nilai yang cukup memuaskan.

Sampai akhirnya gue tumbuh dewasa dan memutuskan untuk menikah, Bapak dan Mama masih aja manjain gue dan perhatian, dengan cara lain pastinya, karena menyesuaikan usia gue dan status gue. Berbanding lurus dengan usia gue, gue semakin pengen lebih deket sama Bapak juga Mama. Entahlah. Mungkin bawaan atau juga lebih paham posisi sebagai orang tua (itu gak gampang).

Seiring dengan bertambahnya usia kita, orang tua kita  pun semakin bertambah tua. Sampai kapanpun dan mau gimanapun, keliatannya kita akan selalu jadi anak kecil yang disayang sama Bapak Mama kita

Bapak dan Mama, curhat, doooooooong (Itu.... Lain, gais).


Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...