Saturday 27 August 2016

Rainbow Tahu Bulat

Ada instruksi untuk bekerja di hari libur bekerja alias lembur itu jelas ga menyenangkan. Pekerja yang melakukan lembur kerja bisa aja bercanda dan ketawa satu sama lain di waktu tersebut, tapi, sebahagia apapun tawa dan canda yang dilakukan diwaktu lembur, ga akan menggantikan waktu kebersamaan waktu di mana kita bisa kumpul dengan keluarga. Itu diluar uang lembur dan passion dalam bekerja pastinya. Itu cuma intermezzo aja, sih, "intro" di tulisan gue kali ini. Kali ini gue mau bercerita tentang pengalaman gue yang berkaitan dengan betapa usilnya pertanyaan atau pernyataan yang dilontarkan seseorang, sederhananya, sih, ga penting.

Pagi tadi ketika gue berangkat ke kantor untuk lembur, di kereta gue liat beberapa Turis (yang biasa kita sebut "Bule") memakai pakaian batik. Entah itu Turis dari mana, karena gue ga iseng ajak ngobrol, yang jelas sebelum berangkat lembur gue sempetin sarapan dan sebelum naik kereta gue tap-in dulu pake kartu multitrip. Kemudian hening.

Lanjut ke cerita batik yang dipakai oleh si Turis. Kalian pasti pernah ditanya atau dengar celetukan ketika seseorang atau bahkan elo yang sedang memakai batik, "wih, pake batik, mau kondangan?", sejujurnya, gue risih sama pertanyaan usil macem ini. Kalaupun dia bercanda, di mana lucunya? Aneh. Memangnya batik cuma buat kondangan? Begitu Turis yang pake, kok ga ada yang tanya. "Mister, ada acara kondangan di mana? Ada receh buat "saweran", ga? Gebetannya mana? Kok cuma sendiri? Kapan nikah?", begitu seterusnya, sampai akhirnya ada tahu bulat dengan varian green tea, red velvet, bahkan ada rainbow tahu bulat. Entahlah, tidak ada yang tahu.

Siapa yang mulai mengorelasikan antara batik dan pergi kondangan, itu masih jadi misteri, dan yang lebih membingungkan adalah kenapa gue sok serius menceritakan hal tersebut. Happy weekend!

Saturday 13 August 2016

Bukan, Bukan Itu!

Gue menikah ketika berusia 24 tahun. Pasangan gue lebih tua satu tahun. Gue memang punya keinginan menikah di usia muda, sampai akhirnya keinginan itu terwujud. Di tulisan ini gue bukan mau bercerita soal cerita usia pernikahan gue, yang kalau masuk dalam tingkat kesulitan suatu permainan, mungkin bisa dianggap pemula. Bukan. Bukan itu.

Ketika masih pacaran -gue dan istri sebelum menikah sempat pacaran kurang lebih tiga tahun- dan gue ber-ulang tahun, pasangan gue selalu bilang, "sekarang kamu ga bisa ngatain aku, soalnya kita sekarang seumuran. Walaupun cuma sementara, sih" dan selalu gue jawab, "biar aja, toh, sebulan lagi juga kamu lebih tua dibanding aku". Dari percakapan tadi, timbul pertanyaan, "di bulan apakah gue ber-ulang tahun?". Salah fokus. Bukan itu.

Kalau dihitung dan diingat (ingatan gue tajam, lho, kalian ga boleh ngeraguin ingatan gue, gue amat sangat mengandalkan kemampuan gue dalam mengingat), gue udah dua kali merayakan ulang tahun pasangan gue. Pertama di tanggal 14 Agustus 2013, kedua 14 Agustus 2014, ketiga 14 Agustus 2015. Ternyata udah tiga kali, hmm. Ulang tahun pertama, gue cuma bisa kasih jam tangan, kedua cuma bisa kasih tas, ketiga cuma bisa kasih kacamata dan hoody, ke-empat cuma bisa kasih ucapan "selamat ulang tahun, sayang" aja, udah Alhamdulillah. Soalnya masih bisa dipakai buat hari raya, ga punya juga ga apa-apa, kan, masih ada ucapan yang lama. Bukan, bukan itu.

Tulisan ini terlalu sederhana, sih, buat dikasih ke Nazliah yang di tanggal 14 Agustus bertambah usia. Itu ga masalah, walaupun sederhana, paling ga tulisan ini bisa dibaca sama Nazliah dan anak gue kelak. Gue mau anak gue kelak tau, gue amat sangat sayang sama mamanya. Dengan catatan, ada jaringan internet, biar bisa baca tulisan ini. Nanti punya hapenya yang bisa internetan, ya, nak! Kalau ga punya, pinjem aja hape tetangga, kalau paket internet di handphone tetangga abis, ajak aja ke restoran atau cafe yang ada free wifi-nya. Ribet, ya, nak. Hidup emang begitu, kalau ga makan, ya, lapar (note: saat ini, Nazliah lagi hamil, usia kehamilannya ketika gue buat tulisan ini sekitar 7 minggu 4 hari, yeaay! :]).

Gue bukan pria yang romantis atau selalu ngerti sama apa yang dimau pasangan, tapi, paling ga, di tahun 2014 gue udah coba berangkat dari Bogor ke Depok (rumahnya Nazliah) di waktu Nazliah ber-ulang tahun, tepat di jam 00.00 WIB, cuma buat ngucapin selamat ulang tahun secara langsung, bawa bunga, juga bawa kue. Iya, gue bukan pria yang romantis, kok.





Foto 2014, sekali lagi, gue bukan pria romantis.

Itu udah dua tahun lalu, ya, sayang. Kita masih pacaran, sekarang kita udah nikah, kamu juga lagi "hamil muda". Happy Wife. Itu bio baru kamu di instagram, setelah kita resmi jadi pasangan suami-istri. Itu harus jadi doa yang terwujud dan selalu aku usahakan.

Jadi istri yang selalu bahagia dan sehat, ya, Nazliah.
Jadi pasangan yang selalu mendengar dan memahami keluh kesah aku.
Bukan cuma dicukupkan, rezeki selalu diberi lebih dan disyukuri.
Selalu diberi kemudahan di setiap kegiatan.
Menyayangi-peduli orang sekitar dan disayang orang sekitar.
Kamu dan dedek sehat selalu sampe dedek kita yang lucu lahir, juga seterusnya.
Selalu dilindungi Allah S.W.T.

Aku selalu berdoa buat kamu, In Shaa Allah.

Peluk aku diwaktu kamu baca tulisan ini, ya.

From your Happy Husband, Seto Wicaksono.

As I said before, I love you, not for a while.
I do love you for a whole of my life.

Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...