Sunday 25 August 2013

Hidup = Jigsaw Puzzle

Gue yakin, diantara kita semua, siapapun yang baca tulisan gue ini, pasti punya keinginan. Beda orang, beda keinginan. Ada waktu keinginan itu muncul, meluap, tapi, saat ini, diwaktu yang lalu, lampau, kita masih belum bisa merealisasikan keinginan itu. Akhirnya kita pendam, kita simpan keinginan itu dalam jangka waktu yang belum ditentukan, tidak ditentukan, bahkan kita ga tau, sampe kapan kita bisa memendam keinginan itu, dan buat keinginan kita itu jadi nyata. Oh, ya, keinginan yang gue maksud di sini, cakupannya luas, bisa harapan, atau cita-cita.

Makin bertambahnya usia gue, gue makin ngerasa, hidup itu ibarat puzzle. Kita berdoa, kita ingin, kita berharap, dan kita yakin, suatu saat, pasti kita akan temuin jawaban dari keinginan kita. Keinginan yang kita pendam, karena sebelumnya kita pikir, keinginan itu kemungkinan kecil kita realisasikan. Ya, kita yang buat batasan itu sendiri, kita yang bikin tembok itu sendiri, di kepala kita, sehingga ada gap, ada penghalang buat merealisasikan keinginan kita. Kita harus bikin "gebrakan" buat diri kita sendiri, bukan bikin rusuh, tentunya, oke, sederhananya, kita harus coba ambil resiko.

Gue akan bercerita sedikit tentang kehidupan gue. Nanti pasti akan ketemu keterkaitannya sama judul tulisan ini. Dari dulu (dari SMA tepatnya), gue pengen banget punya pasangan, pacar, yang usianya lebih dewasa dibanding gue, entah apa alasannya, gue masih belum tau sampe sekarang. Waktu SMA, temen gue, Nizar dan Rendi, punya pacar yang lebih dewasa usianya dibanding mereka. Ya, mereka sempet pacaran sama kakak kelas. Nizar tau keinginan gue untuk punya pasangan, pacaran sama yang usianya lebih dewasa. Dia cengin gue, dia bilang, "lo yang pengen pacaran sama yang lebih tua, kok, malah jadi gue, sih, yang pacaran sama yang lebih tua?". Entahlah, gue sendiri masih bingung, kenapa begitu? Jawaban klisenya, "mungkin belum waktunya", jawaban yang lebih bisa dipertanggung jawabkan, "kurang usaha untuk dapetin atau menemukan hal itu". Gue lebih suka jawaban kedua. Lebih nyata. Dari SMA sampe awal kuliah, gue masih bersabar dan yakin untuk hal itu, dapetin pasangan yang lebih dewasa usianya dibanding gue, gue pendam keinginan itu selama beberapa tahun, sampe akhirnya gue semester 8 di masa kuliah, ya, semester akhir, tahun ke-4 gue kuliah, gue menemukan selama ini yang gue pendam, keinginan yang selama ini gue pendam, keinginan dan keyakinan yang masih ada, nempel sedikit di kepala gue. Gue ketemu Nazliah, dia senior gue di kampus, 1 jurusan sama gue. Setelah ketemu dia, macarin dia, gue ngerasa keinginan gue selama ini terjawab. Apa yang gue yakini, walaupun gue hampir nyerah dan melupakan, akhirnya dikabulkan. Ternyata, sekecil apapun keyakinan yang kita punya, tersisa, tetap dikabulkan, tetap didengar oleh-NYA. :)

Sewaktu gue masih SD, gue punya keinginan jadi pemain sepak bola, sampe akhirnya gue sendiri ga yakin akan keinginan itu, terus keinginan itu ilang gitu aja dari kepala gue, karena, sampe hampir kelas 6 SD, gue belum juga melakukan sesuatu untuk dapetin, mewujudkan keinginan gue itu. Paling ngga, gue ikut sekolah sepak bola gitu, biar gue bisa latihian dan segala macem yang diperlukan biar bisa jadi pemain sepak bola. Lah ini? Ngga. SMP, gue mulai punya keinginan untuk jadi musisi suatu saat nanti. Gue ikut ngeband bareng temen. Lagi-lagi, bisa dibilang gue kurang usaha untuk mewujudkan hal itu, walaupun ketika SMA, gue sempet kursus drum, itupun selama sekitar 1 tahun. Lagi-lagi, keinginan gue ilang gitu aja, ga nyisa sama sekali, akhirnya, keinginan, cita-cita gue jadi musisi, pupus. Lagi-lagi, pupus. Sepak bola, main drum, akhirnya gue jadiin hobi dikala gue penat, atau ketika gue ingin main, "menghibur" diri. Sampe akhirnya gue ubah haluann, gue pengen kuliah di jurusan Psikologi. Keinginan itu muncul ketika gue kelas 1 SMA. Waktu kelulusan tiba, gue sempet ikut test di IPB-Diploma lewat jalur penilaian raport. Gue diterima di jurusan Manajemen Agribisnis. Ketika itu, gue disuruh buat keputusan sesegera mungkin sama Bokap gue. Dia pengen gue kuliah di IPB. Entah demi gengsi, atau alasan yang belum gue tau pastinya. Gue ngotot pengen kuliah di jurusan Psikologi. Akhirnya gue udah menetapka untuk kuliah di jurusan Psikologi. Bokap gue awalnya kecewa. Tapi, ketika beliau tau berapa IPK gue, dia sedikit lega. Akhir-akhir ini dia sadar, Psikologi adalah salah satu hal yang gue suka, gue pun udah bilang secara langsung ke beliau, Psikologi itu jurusan yang gue pengen, yang gue suka, walaupun gue ga jago/keren di bidang itu, atau ga ada prestasi di bidang itu. Intinya, gue suka.

Satu lagi contoh sederhana dan nyata. Entah sejak kapan gue punya keinginan untuk berwirausaha. Yang jelas, keinginan gue cukup kuat untuk hal itu. Gue sering nanya ke Bokap juga Nyokap, "Pak, Ma, kalau udah pensiun (kerja), mau ngapain? Kita bisnis aja, yuk?". Nyokap gue sedikit punya keinginan hal yang sama kaya gue, walaupun gue rasa keinginan beliau belum kuat. Bokap? Dia udah ketakutan rugi duluan sebelum memulai usaha, dia ga mau ambil resiko. Sedikit kecewa, sih, tai, itu keputusan mereka, gue ga berhak marah untuk itu. Sampe akhirnya, beberapa hari yang lalu, ketika gue sama Nazliah lagi ngobrol-ngobrol di suatu layanan chatting, gue bilang dan nanya ke dia, "kalau aku pengen kita bisnis, kamu berani? Uang aku yang ada di kamu, kita pake buat modal". Nazliah langsung share sama Mamanya, dan beliau mau bantu. Lagi-lagi, satu keinginan gue terkabul, dan sedikit demi sedikit diwujudkan. Akhirnya gue sama Nazliah mulai bisnis kecil-kecilan di bidang makanan.

Setelah kalian baca tulisan gue di atas, apa kalian nemu korelasinya? :) Ada hubungan sama judul di tulisan ini, ya, hidup itu ibarat puzzle. Jigsaw puzzle. Oke, gue ringkas sedikit alurnya. Dari SMA gue pengen kuliah di jurusan Psikologi, akhirnya gue kuliah di jurusan Psikologi. Dulu gue pengen punya pasangan, pacar yang usianya lebih dewasa dibanding gue, akhirnya gue ketemu, dan macarin Nazliah. Di jurusan Psikologi, gue ketemu Nazliah, dan setelah ketemu Nazliah, akhirnya gue bisa mewujudkan, memulai keinginan gue untuk berbisnis. Ya puzzle. :) Yang nantinya akan gue susun dan gue gabung jadi 1. Akan gue temuin keinginan gue yang lain, dan akan gue wujudkan keinginan itu di kehidupan gue. Gue udah nemuin, diberi, dan dapet jawaban dari apa yang gue ingin, apa yang gue pendam. Gue ga berhak untuk sombong. Gue harus share tentang hal ini, agar kita semua tetep punya keyakinan tentang hal apa yang kita mau, demi diri kita sendiri, juga untuk buat perubahan, lagi-lagi untuk diri sendiri, juga orang sekitar. Realistis? Harus. :)

Gue jadi keinget satu lirik lagu dari Fear And Loathing In Las Vegas - Just Awake, yang ada hubungannya sama judul tulisan ini:

"Let’s start it over again Rebuild and combine all the pieces we have lost To become one Like a puzzle Take it one at a time"

No comments:

Post a Comment

Catatan Seorang Perekrut #17 Recruiter yang Insecure dengan Perjalanan Karirnya

Jumat, 14 Juli 2017. Hari yang nggak akan pernah saya lupakan dalam perjalanan karir yang, usianya masih seumur jagung ini. Hari di mana akh...